Business-Blog

Kenali 5 Tanda-tanda Tim yang Mengalami Disfungsi

Perusahaan Anda tentu merekrut orang-orang terbaik untuk bekerja. Hal ini terbukti dari proses talent sourcing dan serangkaian prosedur rekrutmen yang dirancang demi memastikan perusahaan kita mendapatkan talent terbaik. Namun pertanyaannya adalah mengapa orang-orang terbaik yang direkrut ini tidak bisa bekerja sebagai sebuah tim yang solid dan efektif. Bila kita amati secara lebih mendalam, mungkin ada beberapa atau bahkan bida dikatakan banyak tim di organisasi kita mengalami disfungsi. Berdasarkan pengalaman memfasilitasi berbagai pelatihan dan coaching, kami menemukan disfungsi ini juga terjadi di level eksekutif, dimana disfungsi dalam organisasi justru terjadi karena mereka.

Lalu apa tanda-tanda sebuah tim atau organisasi mengalami disfungsi? Apakah tim Anda juga mengalami disfungsi? Untuk mengetahui hal itu, Patrick Lencioni dalam bukunya “The Five Dysfunction of Team” menjelaskan lima tanda-tanda tim mengalami disfungsi. Tanda-tanda tersebut adalah:

1.   Absence of Trust - tidak ada kepercayaan antar anggota tim, sehingga anggota tim tidak dapat mengungkapkan pendapat atau masalah yang sebenarnya. Contohnya adalah sebuah tim di sebuah perusahaan, di mana anggota kelompok tidak percaya satu sama lain. Mereka tidak dapat mengungkapkan masalah atau pendapat mereka secara terbuka, karena takut akan dianggap lemah atau takut disalahkan. Akibatnya, kelompok tersebut tidak dapat bekerja dengan efisien dan tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Banyak permasalahan yang akhirnya disembunyikan dan kadang baru diketahui ketika masalahnya membesar.

2.   Fear of Conflict - ketakutan akan terjadinya konflik, sehingga anggota kelompok tidak dapat mengekspresikan perbedaan pendapat dan menyelesaikan masalah dengan baik. Hal ini menyebabkan konflik ditutup-tutupi dan tidak diselesaikan secara efektif.

Konflik yang berkepanjangan berdampak pada penuruna produktivitas. Sebagaimana tercantum dalam sebuah penelitian Human Capital Report, rata-rata waktu yang dihabiskan karyawan dalam menghadapi konflik adalah 2,8 jam per karyawan dan per minggu. Jadi sekitar 7% dari waktu produktif kita dihabiskan untuk percakapan yang tidak diinginkan dengan rekan kerja.

Ketakutan menghadapi konflik ini juga menyebabkan beberapa karyawan melakukan switch tasking dalam mengerjakan pekerjaannya. Swith tasking adalah beralih dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain karena ada permintaan untuk mengerjakan tugas lain yang dipersepsikan mendesak dan tidak bisa ditolak, kemudian beralih lagi ke pekerjaan sebelumnya.

Sebuah artikel dari Forbes, menyebutkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk switch tasking ini rata-rata menghabiskan waktu 2 jam per karyawan perhari. Artikel lain yang ditulis oleh Susan Weinschenk Ph.D., menyebutkan bahwa switch tasking yang selama ini disalah persepsikan sebagai multi-tasking, mengurangi produktivitas karyawan hingga 40%.

3.   Lack of Commitment - tidak ada komitmen yang kuat dari anggota tim, sehingga mereka tidak dapat memberikan kontribusi secara optimal, sesuai dengan potensi mereka yang sebenarnya. Rendahnya komitmen ini bisa terjadi karena anggota team merasa tidak engage, merasa tidak terlibat atau tidak ada rasa kepemilikan atas tim. Hal ini bisa juga diakibatkan oleh dominannya sosok pemimpin atau sekelompok orang tertentu di dalam tim atau organisasi.

Penelitiandari Gallup menunjukkan bahwa rendahnya engagement ini menjadi salah satu penyebab tingginya turnover karyawan.

4.   Avoidance of Accountability - menghindari tanggung jawab dan cenderung menyalahkan pihak atau bagian lain ketika terjadi kesalahan atau tidak mencapai target yang diharapkan. Contoh yang sering kami temui yang menunjukkan hal ini misalnya adalah tim penjualan yang menyalahkan lamanya proses yang menjadi penyebab tidak tercapainya target. Atau sebaliknya tim manajemen risiko yang menyalahkan tim bisnis yang terlalu agresif tanpa memperhatikan risiko. Masing-masing orang atau masing-masing bagian tidak mau ambil tanggung jawab atas permsalahan yang terjadi.

5.   Inattention to Results - tidak peduli pada pencapaian hasil tapi lebih peduli dengan permasalahan pribadi atau permasalahan bagiannya sendiri. Hal ini tampak sekali dari cara kerja yang terkotak-kotak atau silo. Dalam pengalaman kami menjadi coach di beberapa perusahaan, kami menemukan sebuah kondisi dimana satu tim dalam organisasi membuat SOP atau SLA dengan tujuan untuk melindungi departemennya sendiri dan akhirnya mempersulit bagian lain. Hal ini terjadi karena mereka tidak mau terlihat salah ketika terjadi keterlambatan proses. Landasan berfikirnya bukanlah mempercepat proses agar tujuan bisnis perusahaan tercapai, tapi agar penilaian bagain yang dipimpin terlihat baik. Jika hal seperti ini terjadi tentu dampaknya adalah proses bisnis menjadi lebih lambat dan tidak berorientasi pada pelanggan. Dampak berikutnya tentu saja kalah dalam persaiangan dengan kompetitor, target bisnis tidak tercapai dan seterusnya Anda bisa bayangkan sendiri.

Itulah lima tanda-tanda tim yang mengalami disfungsi. Adakah salah satunya terlihat dalam tim Anda? Di artikel berikutnya kami akan menguraikan tentang strategi dan langkah-langkah mengatasi disfungsi tim.

Share: